Searching...
Minggu, 05 Mei 2013

Selamanya, Part 3 - Lakukanlah..!!!

Minggu, Mei 05, 2013
SELAMANYA
Apa yang kamu pikirkan jika mendengar kata selamanya?, pasti kamu bayangkan tentang keabadian. Sesuatu yang tak akan pernah hilang dan musnah. Tapi itu tak selamanya benar, karena sebuah keabadian itu terletak pada tiap hati seseorang

Karya : Rezza Agung Pambudi








Part 3
LAKUKANLAH…!!!

            Tak kusangka, ternyata mahasiswa transfer itu adalah dia, seseorang yang baru saja aku kenal. Sekarang ia satu kelas denganku. Setelah dia memperkenalkan diri, ia menatap ke arahku. Sepertinya dia mengetahui keberadaanku, entah kenapa wajahku menjadi agak sedikit gugup. Ia langsung mencari tempat duduk yang kosong, dan ia duduk tepat di belakangku. “hai Aira” sapanya. “eh, hai Awan”, jawabku. Mengapa mukaku gugup? Sudahlah rileks aira, rileks, rileks.. biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa.
            Setelah kelas sastra asing berakhir, aku dan awan berbincang di lorong penghubung gedung kampus. “wan kenapa kamu gak gabung sama anak cowok yang lain di kelas?” tanyaku. “aku gak suka dengan keramaian” jawab dia. “lah kenapa?” tanyaku. “dari dulu memang aku ga pernah punya teman, aku termasuk orang yang pendiam, temanku Cuma sebuah benda mati yang dapat menghiburku dikala aku sedang kesepian”jawabnya. “ kalau begitu, aku bersedia kok jadi teman baikmu, oh iya.. nanti kamu akan ku kenalkan juga pada sahabat-sahabatku yang lain, mau kan?” Tanya aku. “Makasih banget ya ra kamu udah baik sama aku, tapi aku belum siap untuk itu” jawab dia. “ya udah jangan dipaksain, tapi kalau kamu udah siap kasih tau aku ya..” jawab aku sambil senyum ke arahnya. Sejak saat itu aku selalu menemani dia saat dikelas dan saat moment fotografi.
            Di lain tempat, Boy sedang ngobrol asik dengan Dewi. “wi, emmh.. besok sabtu lo ada acara gak?” Tanya Boy. “kenapa emangnya boy.?” Tanya Dewi. “mau gak lo jalan bareng gue?” Tanya boy. “kemana?” Tanya dewi. “Ke tempat yang menyenangkan dan mungkin gak akan pernah lo lupain” jawab boy. “dimana?” Tanya dewi. “Rahasia, makanya kamu harus ikut..” Tanya boy. “ok gue ikut, gue percaya kok sama lo” jawab dewi. “serius wi?”Tanya boy. “dua rius”jawab dewi. “yes, Alhamdulillah ya Allah akhirnya…, ok tenang aja nanti lo gue jemput wi” jawab Boy. Akhirnya sahabat ku ini berhasil juga bujuk dewi buat jalan, setelah lama tertunda. Salut dah buat Boyo.
            Malam harinya, Boy mengirimkan sms ke tempat curhatannya selama ini yaitu Livia. Entah kenapa untuk pertama kalinya sms itu gak pernah dibales oleh livia. Mungkin livia udah tidur, pikir boy. “Udah lah udah malem, besok juga masuk pagi, saatnya tidur” tandas Boy. Padahal di saat Livia menerima sms itu dari Boy, livia merasa dirinya menyesal tidak berkata yang sebenarnya tentang perasaanya kepada Boy. Hatinya seperti tersayat oleh pisau yang tajam. Akibatnya Livia tidak dapat tidur semalaman gara-gara sms itu.
            Keesokan harinya, di saat kelas berlangsung, Livia mendapat sms dari Boy. Livia diminta untuk menemuinya di taman kampus karena ada yang ingin dibicarakan. Livia pikir ini adalah saat yang tepat untuk menyatakan perasaanya pada Boy. Setelah kelas selesai, dengan tampang gugup dan bingung, Livia melangkah menemui Boy di taman kampus. Sesampainya di taman, “boy?” Tanya livia. “Liv?” Tanya Boy bersamaan dengan livia. “hah lo duluan”ucap boy. “nggak, lo aja duluan” ucap livia. “lo aja yang duluan, gapapa kok,” jawab boy, “eee.. eee…”jawab livia. “liv, kenapa sih sifat lo akhir-akhir ini keliatan berbeda? Apa ada yang salah dari gue? Atau dari anak-anak? Kenapa lo gak pernah cerita ke gue liv?” Tanya boy dengan memotong jawaban livia. “eee… selama ini” jawab Livia. Tiba tiba dewi datang menemui Boy. “ Boy?” sapa dewi dari kejauhan. “selama ini kenapa lo itu selalu egois dan ga pernah mikirin perasaan gue” jawab livia tegas lalu pergi meninggalkan Boy. Tanpa pikir panjang, boy menahan langkah kaki livia. “liv tunggu dulu, kenapa lo gak pernah jujur ke gue,? apa status kita sebagai sahabat menjadi penghalang lo buat jujur ke gue?”Tanya Boy tegas. “seperti biasa ya boy, lo selalu lama menyadari semua ini, gue kecewa sama lo boy” jawab livia dan pergi meninggalkan boy. Boy pun merasa bersalah telah menyakiti hati sahabat terbaiknya itu. Livia merasa tertekan hatinya setelah peristiwa itu.
            Keesokkan harinya,. Di kosan Hadi, tempat biasa kami kumpul, disana ada aku, Rafa, Hadi, Dino, Fajar, Gilang dan Boy. Tak seperti biasanya livia tidak datang kumpul ke kosan hadi. Dia sudah dihubungi berkali-kali tetapi tidak ditanggapi. Hadi mempertanyakan ketidak datangannya Livia ke kosannya. Dia curiga ada suatu hal yang mengganjalnya untuk datang kesini. Lalu dia mencoba bertanya kepada anak-anak, dan Boy menjelaskan semua apa yang telah terjadi terhadap livia. Hadi dan Fajar pun kecewa kepada Boy karena tidak mau terus terang kepada yang lainnya. Akhirnya boy meminta maaf kepada Hadi dan anak-anak telah menutupi semua ini. Boy telah menyesalinya. Rencananya besok pagi-pagi kami akan datang ke rumah Livia untuk menyelesaikan masalah ini.
            Esok paginya, Aku, Rafa, Hadi dan Dino datang ke rumah Livia. “Assalamualaikum..” salam kami. “Waalaikumsalam..” jawab Livia sambil membukakan pintu rumahnnya. Dengan disuguhkan sebuah teh manis hangat, kami berbicara pada livia dan memberi solusi tentang permasalahannya dengan Boy. Entah mengapa raut wajah livia menjadi senang dengan kehadiran kami, dengan penuh kebenaran, livia menceritakan semua alasan mengapa ia mencintai Boy.
            Sejak pertama livia bertemu dengan Boy, ia merasa hatinya senang jika berada didekatnya. Sewaktu masih satu kelas dengan Boy, Livia selalu ingin membantunya mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dosen. Dia juga rela menjadi kucur hati Boy jika dia punya masalah. Seiring bergulirnya waktu, livia sering menghabiskan waktu bersama Boy. Bertukar pikiran, saling sharing satu sama lain. Livia menganggap Boy lebih dari sekedar sahabat baik. Ia mencintainya dengan setulus hati. Tetapi dia tidak berani mengungkapkan perasaan yang sebenarnya pada Boy. Hingga kejadian itu, Boy selalu meminta solusi pada Livia tentang rasa sukanya pada Dewi. Hati Livia seakan tercabik-cabik dalam sebuah kegelapan yang menutupinya. Kami mengiburnya dan mengajaknya kembali seperti biasa sebagai sahabat kami. Tiba tiba, muncul sebuah strategi dari dino untuk mempertemukan Livia dan Boy.
            Dino menelpon Boy, kalau kamis malam anak-anak yang lain akan kumpul bareng di Food courst margo di meja nomor 08. Padahal ini adalah strategi untuk mempertemukan dia dengan Livia. Hingga malam pun tiba, di meja 08 hanya ada Livia yang menunggu disana. Aku dan lainnya memata-matai mereka dari meja paling ujung yang agak jauh dari meja mereka. Sampai akhirnya Boy datang dan melihat livia membelakanginya duduk di bangku meja itu. Boy mengira Livia tidak akan datang dan dia menanyakan keberadaan anak-anak kepada livia. Livia yang gugup saat itu berpura pura tidak tahu. Dan akhirnya mereka hanya duduk berdua di meja itu sambil berhadapan. Menit demi menit pun terlewati dengan kesunyian diantara mereka. Hingga Dino memberikan aba aba dari kejauhan kepada livia agar menjelaskan yang sebenarnya pada Boy. Saat livia ingin mulai menjelaskan, tiba tiba boy meminta maaf pada livia atas kejadian kemarin. “Liv, maafin gue ya atas kejadian yang kemarin, gue gak bermaksud nyakitin hati lo kok, guenya aja yang gak peka tentang perasaan lo,” Tanya Boy. “ya, gue gak pernah marah kok ke lo, gue Cuma sedikit kecewa sih kemarin.” Jawab livia sambil menunduk. “boy, gue mau ngomong sesuatu..,”Tanya livia. “apa..?” Tanya Boy. “selama ini mungkin gue gak berani nyatain tentang perasaan gue yang sebenarnya ke lo, sejak kita jadi sahabat, gue merasa senang kalau bersama lo? Gue gak ingin jauh dari lo,” Tanya Livia. “kenapa lo baru ngasih tau itu sekarang?, sebenernya gue juga suka sama lo liv, dari dulu semenjak gue sahabatan sama lo dan lainya, gue menunggu-nunggu saat seperti ini, bisa jelasin semua perasaan gue ke lo” jawab Boy. “terus, bagaimana dengan dewi?” Tanya Livia. “gue kira semua gak akan seperti ini karna dari dulu rasa suka gue ke lo itu gue curahin lewat persahabatan kita, jadi sebenarnya gue lebih mencintai lo liv dibanding dia, dibanding siapapun, karena Cuma lo yang membuat gue merasa nyaman”jawab Boy. “maka dari itu, Livia.., maukah lo temenin gue untuk seterusnya? Maukah lo jadi pacar gue?” Tanya Boy sambil menggenggam tangan dan memandang kedua mata livia. Dengan terharu dan penuh rasa bahagia livia menjawab “ya.., aku mau “.  Dengan penuh rasa bahagia, akhirnya mereka pun jadian. Setelah moment dramatis itu, aku dan anak-anak yang lainnya keluar dari persembunyian dan menuju Livia dan Boy. Rasanya begitu lega, bisa melihat sahabat sendiri senang, itu adalah sebuah kebahagiaan bagi kami.

0 komentar:

Posting Komentar