SELAMANYA
Karya : Rezza Agung Pambudi
Part 3
LAKUKANLAH…!!!
Tak
kusangka, ternyata mahasiswa transfer itu adalah dia, seseorang yang baru saja
aku kenal. Sekarang ia satu kelas denganku. Setelah dia memperkenalkan diri, ia
menatap ke arahku. Sepertinya dia mengetahui keberadaanku, entah kenapa wajahku
menjadi agak sedikit gugup. Ia langsung mencari tempat duduk yang kosong, dan
ia duduk tepat di belakangku. “hai Aira” sapanya. “eh, hai Awan”, jawabku.
Mengapa mukaku gugup? Sudahlah rileks aira, rileks, rileks.. biasa saja seperti
tidak terjadi apa-apa.
Setelah
kelas sastra asing berakhir, aku dan awan berbincang di lorong penghubung
gedung kampus. “wan kenapa kamu gak gabung sama anak cowok yang lain di kelas?”
tanyaku. “aku gak suka dengan keramaian” jawab dia. “lah kenapa?” tanyaku.
“dari dulu memang aku ga pernah punya teman, aku termasuk orang yang pendiam,
temanku Cuma sebuah benda mati yang dapat menghiburku dikala aku sedang
kesepian”jawabnya. “ kalau begitu, aku bersedia kok jadi teman baikmu, oh iya..
nanti kamu akan ku kenalkan juga pada sahabat-sahabatku yang lain, mau kan?”
Tanya aku. “Makasih banget ya ra kamu udah baik sama aku, tapi aku belum siap
untuk itu” jawab dia. “ya udah jangan dipaksain, tapi kalau kamu udah siap
kasih tau aku ya..” jawab aku sambil senyum ke arahnya. Sejak saat itu aku
selalu menemani dia saat dikelas dan saat moment fotografi.
Di lain
tempat, Boy sedang ngobrol asik dengan Dewi. “wi, emmh.. besok sabtu lo ada
acara gak?” Tanya Boy. “kenapa emangnya boy.?” Tanya Dewi. “mau gak lo jalan
bareng gue?” Tanya boy. “kemana?” Tanya dewi. “Ke tempat yang menyenangkan dan
mungkin gak akan pernah lo lupain” jawab boy. “dimana?” Tanya dewi. “Rahasia,
makanya kamu harus ikut..” Tanya boy. “ok gue ikut, gue percaya kok sama lo”
jawab dewi. “serius wi?”Tanya boy. “dua rius”jawab dewi. “yes, Alhamdulillah ya
Allah akhirnya…, ok tenang aja nanti lo gue jemput wi” jawab Boy. Akhirnya
sahabat ku ini berhasil juga bujuk dewi buat jalan, setelah lama tertunda.
Salut dah buat Boyo.
Malam
harinya, Boy mengirimkan sms ke tempat curhatannya selama ini yaitu Livia.
Entah kenapa untuk pertama kalinya sms itu gak pernah dibales oleh livia. Mungkin
livia udah tidur, pikir boy. “Udah lah udah malem, besok juga masuk pagi,
saatnya tidur” tandas Boy. Padahal di saat Livia menerima sms itu dari Boy,
livia merasa dirinya menyesal tidak berkata yang sebenarnya tentang perasaanya
kepada Boy. Hatinya seperti tersayat oleh pisau yang tajam. Akibatnya Livia
tidak dapat tidur semalaman gara-gara sms itu.
Keesokan
harinya, di saat kelas berlangsung, Livia mendapat sms dari Boy. Livia diminta
untuk menemuinya di taman kampus karena ada yang ingin dibicarakan. Livia pikir
ini adalah saat yang tepat untuk menyatakan perasaanya pada Boy. Setelah kelas
selesai, dengan tampang gugup dan bingung, Livia melangkah menemui Boy di taman
kampus. Sesampainya di taman, “boy?” Tanya livia. “Liv?” Tanya Boy bersamaan dengan
livia. “hah lo duluan”ucap boy. “nggak, lo aja duluan” ucap livia. “lo aja yang
duluan, gapapa kok,” jawab boy, “eee.. eee…”jawab livia. “liv, kenapa sih sifat
lo akhir-akhir ini keliatan berbeda? Apa ada yang salah dari gue? Atau dari
anak-anak? Kenapa lo gak pernah cerita ke gue liv?” Tanya boy dengan memotong
jawaban livia. “eee… selama ini” jawab Livia. Tiba tiba dewi datang menemui
Boy. “ Boy?” sapa dewi dari kejauhan. “selama ini kenapa lo itu selalu egois
dan ga pernah mikirin perasaan gue” jawab livia tegas lalu pergi meninggalkan
Boy. Tanpa pikir panjang, boy menahan langkah kaki livia. “liv tunggu dulu,
kenapa lo gak pernah jujur ke gue,? apa status kita sebagai sahabat menjadi
penghalang lo buat jujur ke gue?”Tanya Boy tegas. “seperti biasa ya boy, lo
selalu lama menyadari semua ini, gue kecewa sama lo boy” jawab livia dan pergi
meninggalkan boy. Boy pun merasa bersalah telah menyakiti hati sahabat
terbaiknya itu. Livia merasa tertekan hatinya setelah peristiwa itu.
Keesokkan
harinya,. Di kosan Hadi, tempat biasa kami kumpul, disana ada aku, Rafa, Hadi,
Dino, Fajar, Gilang dan Boy. Tak seperti biasanya livia tidak datang kumpul ke
kosan hadi. Dia sudah dihubungi berkali-kali tetapi tidak ditanggapi. Hadi
mempertanyakan ketidak datangannya Livia ke kosannya. Dia curiga ada suatu hal
yang mengganjalnya untuk datang kesini. Lalu dia mencoba bertanya kepada
anak-anak, dan Boy menjelaskan semua apa yang telah terjadi terhadap livia.
Hadi dan Fajar pun kecewa kepada Boy karena tidak mau terus terang kepada yang
lainnya. Akhirnya boy meminta maaf kepada Hadi dan anak-anak telah menutupi
semua ini. Boy telah menyesalinya. Rencananya besok pagi-pagi kami akan datang
ke rumah Livia untuk menyelesaikan masalah ini.
Esok
paginya, Aku, Rafa, Hadi dan Dino datang ke rumah Livia. “Assalamualaikum..”
salam kami. “Waalaikumsalam..” jawab Livia sambil membukakan pintu rumahnnya.
Dengan disuguhkan sebuah teh manis hangat, kami berbicara pada livia dan
memberi solusi tentang permasalahannya dengan Boy. Entah mengapa raut wajah
livia menjadi senang dengan kehadiran kami, dengan penuh kebenaran, livia
menceritakan semua alasan mengapa ia mencintai Boy.
Sejak
pertama livia bertemu dengan Boy, ia merasa hatinya senang jika berada
didekatnya. Sewaktu masih satu kelas dengan Boy, Livia selalu ingin membantunya
mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dosen. Dia juga rela menjadi kucur hati
Boy jika dia punya masalah. Seiring bergulirnya waktu, livia sering
menghabiskan waktu bersama Boy. Bertukar pikiran, saling sharing satu sama
lain. Livia menganggap Boy lebih dari sekedar sahabat baik. Ia mencintainya
dengan setulus hati. Tetapi dia tidak berani mengungkapkan perasaan yang
sebenarnya pada Boy. Hingga kejadian itu, Boy selalu meminta solusi pada Livia
tentang rasa sukanya pada Dewi. Hati Livia seakan tercabik-cabik dalam sebuah
kegelapan yang menutupinya. Kami mengiburnya dan mengajaknya kembali seperti
biasa sebagai sahabat kami. Tiba tiba, muncul sebuah strategi dari dino untuk
mempertemukan Livia dan Boy.
Dino
menelpon Boy, kalau kamis malam anak-anak yang lain akan kumpul bareng di Food
courst margo di meja nomor 08. Padahal ini adalah strategi untuk mempertemukan
dia dengan Livia. Hingga malam pun tiba, di meja 08 hanya ada Livia yang
menunggu disana. Aku dan lainnya memata-matai mereka dari meja paling ujung
yang agak jauh dari meja mereka. Sampai akhirnya Boy datang dan melihat livia
membelakanginya duduk di bangku meja itu. Boy mengira Livia tidak akan datang
dan dia menanyakan keberadaan anak-anak kepada livia. Livia yang gugup saat itu
berpura pura tidak tahu. Dan akhirnya mereka hanya duduk berdua di meja itu
sambil berhadapan. Menit demi menit pun terlewati dengan kesunyian diantara
mereka. Hingga Dino memberikan aba aba dari kejauhan kepada livia agar
menjelaskan yang sebenarnya pada Boy. Saat livia ingin mulai menjelaskan, tiba
tiba boy meminta maaf pada livia atas kejadian kemarin. “Liv, maafin gue ya
atas kejadian yang kemarin, gue gak bermaksud nyakitin hati lo kok, guenya aja
yang gak peka tentang perasaan lo,” Tanya Boy. “ya, gue gak pernah marah kok ke
lo, gue Cuma sedikit kecewa sih kemarin.” Jawab livia sambil menunduk. “boy,
gue mau ngomong sesuatu..,”Tanya livia. “apa..?” Tanya Boy. “selama ini mungkin
gue gak berani nyatain tentang perasaan gue yang sebenarnya ke lo, sejak kita
jadi sahabat, gue merasa senang kalau bersama lo? Gue gak ingin jauh dari lo,”
Tanya Livia. “kenapa lo baru ngasih tau itu sekarang?, sebenernya gue juga suka
sama lo liv, dari dulu semenjak gue sahabatan sama lo dan lainya, gue
menunggu-nunggu saat seperti ini, bisa jelasin semua perasaan gue ke lo” jawab
Boy. “terus, bagaimana dengan dewi?” Tanya Livia. “gue kira semua gak akan
seperti ini karna dari dulu rasa suka gue ke lo itu gue curahin lewat
persahabatan kita, jadi sebenarnya gue lebih mencintai lo liv dibanding dia,
dibanding siapapun, karena Cuma lo yang membuat gue merasa nyaman”jawab Boy.
“maka dari itu, Livia.., maukah lo temenin gue untuk seterusnya? Maukah lo jadi
pacar gue?” Tanya Boy sambil menggenggam tangan dan memandang kedua mata livia.
Dengan terharu dan penuh rasa bahagia livia menjawab “ya.., aku mau “. Dengan penuh rasa bahagia, akhirnya mereka
pun jadian. Setelah moment dramatis itu, aku dan anak-anak yang lainnya keluar
dari persembunyian dan menuju Livia dan Boy. Rasanya begitu lega, bisa melihat
sahabat sendiri senang, itu adalah sebuah kebahagiaan bagi kami.
0 komentar:
Posting Komentar